Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday 20 September 2012

Mati
1. Pengertian Mati beserta Menurut Al-Quran
Pengertian hidup menurut bahasa Arab adalah kebalikan dari mati (naqiidlul maut). Tanda-tanda kehidupan nampak dengan adanya kesadaran, kehendak, penginderaan, gerak, pernapasan, pertumbuhan, dan kebutuhan akan makanan.
Sedang pengertian mati dalam bahasa Arab adalah kebalikan dari hidup (naqiidlul hayah). Dalam kitab Lisanul Arab dikatakan :
“Mati adalah kebalikan dari hidup.”
Jadi selama arti mati adalah kebalikan dari hidup, maka tanda-tanda kematian berarti merupakan kebalikan dari tanda-tanda kehidupan, yang nampak dengan hilangnya kesadaran dan kehendak, tiadanya penginderaan, gerak, dan pernapasan, serta berhentinya pertumbuhan dan kebutuhan akan makanan.
Ada beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa manusia akan mati ketika ruhnya (nyawanya) ditahan dan ketika jiwanya dipegang oleh Allah SWT Sang Pencipta. Allah SWT berfirman :
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Az Zumar : 42)
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah RA bahwa Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya jika ruh sedang dicabut, maka mata akan mengikutinya…”
Perlu dipahami bahwa tidak ada yang mengetahui hakekat jiwa dan ruh tersebut kecuali Allah SWT. Demikian pula masalah pemegangan/pencabutan serta pengembalian ruh dan jiwa kepada Allah SWT selaku pencipta keduanya, termasuk dalam perkara ghaib yang berada di luar jangkauan eksperimen ilmiah. Yang dapat diamati hanyalah pengaruh-pengaruh fenomena tersebut dalam tubuh fisik manusia, berupa tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya kematian.
Meskipun beberapa ayat dan hadits telah menunjukkan bahwa berhentinya kehidupan adalah dengan pencabutan ruh dan penahanan jiwa, akan tetapi ayat atau hadits seperti itu tidak menentukan titik waktu kapan terjadinya pencabutan ruh, penahanan jiwa, dan berhentinya kehidupan. Pemberitaan wahyu tentang hal tersebut, ialah bahwa ruh jika dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits di atas. Demikian pula terdapat keterangan dari sabda Rasulullah SAW :
“Jika kematian telah menghampiri kalian, maka pejamkanlah penglihatan kalian, sebab penglihatan akan mengikuti ruh (yang sedang dicabut)…” (HR. Ahmad, dari Syadad bin Aus RA)
Oleh karena itu, penentuan titik waktu berhentinya kehidupan berarti memerlukan penelaahaan terhadap manath (fakta yang menjadi objek penerapan hukum) pada seseorang yang akan ditetapkan telah mati dan telah berhenti kehidupannya. Penelaahan ini membutuhkan keahlian dan pengetahuan.
Sebelum ilmu-ilmu kedokteran maju dan sebelum adanya penelaahan organ tubuh secara teliti serta penemuan organ tubuh buatan, para dokter menganggap bahwa berhentinya jantung merupakan indikasi kematian manusia dan berhentinya kehidupannya. Namun kini mereka telah mengoreksi pendapat tersebut. Mereka kini mengatakan bahwa berhentinya detak jantung tidak selalu menunjukkan matinya manusia. Bahkan terkadang jantung sudah berhenti tetapi manusia tetap hidup. Begitu pula operasi jantung terbuka, mengharuskan penghentian jantung.
Mereka kini mengatakan bahwa indikator yang menunjukkan kematian seseorang dan berhentinya kehidupan padanya, adalah matinya batang otak (brain stem). Batang otak adalah semacam tangkai pada otak yang berbentuk penyangga atau tonggak, yang terletak pada pertengahan bagian akhir dari otak sebelah bawah, yang berhubungan dengan jaringan syaraf di leher. Di dalamnya terdapat jaringan syaraf yang jalin menjalin. Batang otak merupakan sirkuit yang menghubungkan otak dengan seluruh anggota tubuh dan dunia luar, yang berfungsi membawa stimulus penginderaan kepada otak dan membagikan seluruh respons yang dikeluarkan oleh otak untuk melaksanakan pesan-pesan otak.
Batang otak merupakan bagian otak yang berhenti berfungsi paling akhir, sebab matinya otak dan kulit/tutup otak terjadi sebelum matinya batang otak. Jika batang otak mati, matilah manusia dan berakhirlah kehidupannya secara total, meskipun jantungnya masih berdenyut, kedua paru-parunya masih bernapas seperti biasa, dan organ-organ lain masih berfungsi. Terkadang kematian batang otak terjadi sebelum berhentinya jantung, misalnya bila ada pukulan langsung pada otak, atau gegar otak, atau pemotongan batang otak. Dalam keadaan sakit, berhenti dan matinya jantung seseorang terjadi sebelum berhenti dan matinya otak.
Ada beberapa peristiwa yang membingungkan para dokter. Pernah tercatat ada otak yang sudah tak berfungsi, tetapi organ-organ tubuh lainnya masih berfungsi. Telah diberitakan ada seorang wanita Finlandia yang dapat melahirkan seorang bayi, padahal dia telah mengalami koma total selama dua setengah bulan. Wanita tersebut koma karena benturan yang mengakibatkan gegar otak. Tapi anehnya, wanita itu baru meninggal dua hari setelah dia melahirkan bayinya. Dalam keadaan komanya, dia bernapas dengan alat pernapasan, diberi makan lewat tabung, dan diganti darahnya setiap minggu selama 10 minggu. Bayi yang dilahirkannya dalam keadaan sehat dan normal.
Demikian pendapat para dokter. Adapun para fuqaha, mereka tidak memutuskan terjadinya kematian, kecuali setelah adanya keyakinan akan datangnya kematian pada seseorang. Mereka telah menyebut tanda-tanda yang dijadikan bukti-bukti adanya kematian, di antaranya: nafas berhenti, mulut terbuka, mata terbelalak, pelipis cekung, hidung menguncup, pergelangan tangan merenggang, dan kedua telapak kaki lemas sehingga tidak dapat ditekuk ke atas.
Jika muncul keraguan (syak) akan kematian seseorang, misalnya jika jantungnya berhenti berdetak, atau pingsan, atau dalam keadaan koma total karena sesuatu sebab, maka dalam hal ini wajib menunggu untuk memastikan kematiannya. Kepastian kematiannya nampak dari adanya tanda-tanda kematian atau adanya perubahan bau dari orang tersebut.
Adapun hukum syara’ yang lebih kuat (raajih) dan menjadi dugaan kuat kami, ialah bahwa seseorang tidak dihukumi mati kecuali setelah ada keyakinan akan kematiannya, dengan adanya tanda-tanda yang menunjukkan kematian sebagaimana yang disebutkan oleh para fuqaha.
Kami berpendapat demikian karena kehidupan pada manusia adalah sesuatu yang diyakini adanya, dan tidak dihukumi telah hilang kecuali dengan suatu alasan yang yakin pula. Hilangnya kehidupan tidak boleh dihukumi dengan alasan yang meragukan (syak), sebab sesuatu yang yakin tidak dapat dihilangkan keberadaannya dengan alasan yang meragukan. Begitu pula hilangnya kehidupan tidak dapat diputuskan dengan alasan yang meragukan, karena prinsip asal untuk menentukan keberadaan sesuatu adalah tetapnya apa yang ada pada sesuatu yang sudah ada, sampai ada suatu alasan yang membatalkan keberadaannya secara yakin. Perlu diingat pula bahwa kematian adalah kebalikan dari kehidupan, sehingga harus nampak tanda-tanda yang berkebalikan dari tanda-tanda kehidupan, seperti hilangnya akal, kesadaran, dan penginderaan, berhentinya nafas, serta tidak adanya kebutuhan akan makanan.

0 comments:

Post a Comment

 

Text